"Polres Sikka Polda NTT Tunjukkan Kedewasaan, Aksi PMKRI Berakhir Tanpa Gesekan"
Polres Sikka Polda NTT menunjukkan kedewasaan dengan membuka dialog dengan para aksi, sementara DPRD dan Pemkab berkomitmen menata ulang regulasi agar hukum tak lagi berbenturan dengan budaya.
Tribratanewssikka.com - Maumere, 7 November 2025 – Suasana Kamis pagi di Kota Maumere, Kabupaten Sikka, sedikit ramai namun tetap damai ketika puluhan mahasiswa dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Maumere St. Thomas Morus turun ke jalan.

Mereka menggelar aksi damai menolak penyitaan moke, minuman tradisional khas masyarakat Sikka yang selama ini menjadi bagian dari identitas budaya dan sumber ekonomi warga lokal.

Sekitar 40 orang massa aksi berkumpul di Sekretariat PMKRI, Marga Juang 99, Jl. Mangga Dua, Kelurahan Kota Uneng, sejak pukul 10.00 WITA. Dengan membawa spanduk bertuliskan “Stop Penyitaan Moke Petani Lokal”, “Moke Bukan Narkoba”, dan “Moke Roh Masyarakat Sikka”, massa bergerak menuju sejumlah titik strategis di Kota Maumere, termasuk Mapolres Sikka, Kantor DPRD, dan Kantor Bupati Sikka.

Aksi dimulai di depan Mapolres Sikka, Jl. Ahmad Yani, di mana para mahasiswa berorasi meminta klarifikasi atas penyitaan moke yang dilakukan oleh Sat Narkoba Polres Sikka.

Dalam orasinya, mereka menilai tindakan itu mencederai martabat masyarakat serta mengancam keberlangsungan hidup petani moke di Kabupaten Sikka.
Mereka menuntut tiga hal pokok: Kapolres Sikka diminta memberikan klarifikasi atas dasar hukum penyitaan.- Penjelasan tentang Surat Telegram Kapolda NTT yang menjadi dasar operasi penertiban. - Pengembalian moke hasil sitaan serta permintaan maaf kepada masyarakat.
Sekitar pukul 11.40 WITA, perwakilan PMKRI diterima langsung oleh Kapolres Sikka, AKBP Bambang Supeno, S.I.K., didampingi Kasat Narkoba Polres Sikka. Dalam pertemuan yang berlangsung di Ruang Rapat Satya Harprabu Polres Sikka, diskusi berjalan terbuka dan kondusif.
Kapolres Sikka, AKBP Bambang Supeno., S.I.K.,dalam tanggapannya mengatakan bahwa langkah kepolisian selama ini bukan bertujuan mematikan usaha rakyat, melainkan mencegah dampak sosial akibat penyalahgunaan minuman beralkohol.
“Banyak Tindak Pidana di wilayah Sikka terjadi karena pengaruh konsumsi miras berlebihan. Operasi yang kami lakukan bukan untuk memusnahkan moke, tetapi menertibkan agar peredarannya sesuai aturan,” ucap AKBP Bambang Supeno.
Sementara itu, Kasat Narkoba Polres Sikka menjelaskan bahwa tindakan penertiban dilakukan sebagai bagian dari penegakan hukum sesuai ketentuan UU Pangan, Perpres Nomor 74 Tahun 2013, dan Permen Perindustrian yang mewajibkan produsen minuman alkohol memiliki izin resmi.
“Kami tidak menindas produsen moke. Justru kami mendorong agar Pemerintah Daerah segera membuat Perda untuk melindungi petani moke,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, PMKRI Sikka menegaskan bahwa moke bukan sekadar produk minuman, melainkan simbol budaya dan identitas masyarakat Sikka. Mereka menilai penertiban yang dilakukan aparat menyentuh akar ekonomi rakyat kecil dan berpotensi melanggar hak konstitusional warga.
“Negara wajib melindungi budaya dan mata pencaharian rakyatnya. Menyita moke sama dengan mengabaikan nilai adat dan hak hidup masyarakat,” tegas Ketua Presidium PMKRI Maumere, Fabianus Rowa, dalam forum audiensi.
Hasil dialog ditutup dengan kesepakatan Polres Sikka dan PMKRI untuk berkolaborasi dengan Polres Sikka dalam sosialisasi bahaya konsumsi moke berlebihan demi mencegah tindak kriminalitas.
Usai dari Mapolres, massa bergerak ke Kantor DPRD Kabupaten Sikka. Di sana mereka diterima oleh Wakil Ketua DPRD, Gorgonius Nago Bapa, S.E., sekitar pukul 13.20 WITA.
Dalam audiensi itu, DPRD menyampaikan akan melakukan pembentukan Peraturan Daerah baru yang secara khusus mengatur tata kelola, izin, dan perlindungan moke.
“Kami akan mengagendakan rapat bersama Bupati dan Kapolres untuk mencari solusi terbaik mengingat bahwa moke adalah bagian dari warisan budaya yang harus dilestarikan,” ujar Gorgonius Nago Bapa.
DPRD juga berencana memperkuat pelaksanaan Peraturan Bupati Nomor 42 Tahun 2019 tentang Produksi dan Pengedaran Minuman Alkohol Tradisional (Moke) serta mengusulkan program bantuan alat produksi bagi petani moke.
Sekitar pukul 15.25 WITA, massa bergerak menuju Kantor Bupati Sikka dan melakukan audiensi terakhir bersama Wakil Bupati, Ir. Simon Subandi Supriadi.
Wabup menyampaikan apresiasi atas kepedulian mahasiswa serta menyampaikan bahwa pemerintah akan mengatur dan mengawasi agar produksi berjalan sesuai hukum.
“Pemerintah berkomitmen mengatur dan mengawasi agar produksi berjalan sesuai hukum, sekaligus menjaga nilai-nilai budaya lokal,” ujarnya.
Ia memastikan bahwa Pemerintah Kabupaten Sikka akan segera menggelar rapat koordinasi Forkopimda untuk mencari solusi terbaik antara kepolisian, pemerintah, dan masyarakat.
Sekitar pukul 16.10 WITA, seluruh rangkaian aksi PMKRI Maumere berakhir dengan aman, tertib, dan kondusif. Pengamanan kegiatan dilakukan oleh personel Polres Sikka sesuai Sprin Kapolres Sikka Nomor: Sprin/818/XI/PAM.3.2./2025 tanggal 06 November 2025.
Aksi damai ini menjadi momentum penting dalam upaya mempertemukan kepentingan hukum, budaya, dan ekonomi masyarakat Sikka. Dialog antara mahasiswa, aparat, dan pemerintah menjadi titik awal penyusunan kebijakan baru yang diharapkan mampu menjaga warisan budaya sekaligus memastikan ketertiban hukum di wilayah Kabupaten Sikka.[Cm24]


