"Responsif dan Taktis, Polres Sikka Pastikan Aksi Mahasiswa GMNI - SIKKA Berlangsung Damai"

Tribratanewssikka.com - Maumere, 12 April 2025 — Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Sikka menggelar aksi demonstrasi di seputaran Kota Maumere pada Jumat pagi (11/4/2025).
Aksi ini merupakan bentuk protes keras atas kematian tragis seorang ibu dan anak di Kabupaten Sikka akibat tidak tersedianya dokter anestesi di RSUD TC Hillers Maumere selama berbulan-bulan.
Berdasarkan surat pemberitahuan aksi bernomor: 06/Eks/DPC/GMNI-Sikka/IV/2025, massa aksi yang berjumlah sekitar 35 orang memulai long march dari Lapangan Kota Baru.
Mereka melintasi sejumlah ruas jalan protokol seperti Jl. Kesehatan, Jl. Soekarno Hatta, Jl. Ahmad Yani, hingga menuju Kantor DPRD Kabupaten Sikka.
Sepanjang perjalanan, mereka menyuarakan tuntutan melalui orasi dan membawa berbagai alat peraga seperti megafon, bendera organisasi, serta poster bertuliskan kritik tajam terhadap pemerintah daerah, di antaranya: “Pemda Sikka Mati Rasa” dan “Tidak Ada Anestesi = Pembunuhan Sistematis.”
Di depan Kantor Polres Sikka, massa sempat menggelar orasi yang dikawal ketat aparat kepolisian. Selanjutnya, mereka bergerak menuju Gedung DPRD Kabupaten Sikka dan melakukan aksi bakar ban sebagai simbol kemarahan publik atas kelambanan pemerintah daerah dalam menjamin layanan kesehatan dasar.
Sekitar pukul 12.45 WITA, perwakilan massa akhirnya diterima untuk melakukan audiensi langsung dengan Bupati Sikka Juventus Prima Yoris Kago dan Wakil Bupati Ir. Simon Subandi Supriadi.
Dalam pernyataan sikapnya, GMNI Sikka mengungkapkan bahwa kematian Maria Yunita—seorang ibu hamil yang tidak mendapatkan layanan operasi karena ketiadaan dokter anestesi—adalah bentuk kegagalan sistemik dan kelalaian struktural.
Mereka menilai, RSUD TC Hillers telah melanggar berbagai regulasi, termasuk Permenkes No. 56 Tahun 2014 dan UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang mewajibkan tersedianya tenaga medis spesialis sebagai syarat operasional rumah sakit.
Lebih lanjut, GMNI menyebut kegagalan Pemerintah Kabupaten Sikka dalam menjamin layanan kesehatan sebagai pelanggaran terhadap UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, hingga konstitusi UUD 1945 Pasal 28H yang menjamin hak atas hidup dan kesehatan.
Bahkan, mereka menyebut situasi ini sebagai “pembunuhan struktural oleh negara” dan mendesak Komnas HAM serta Komnas Perempuan turun tangan menyelidiki kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat.
Dalam aksi tersebut, GMNI menyampaikan 5 tuntutan utama mereka diantaranya :
- Pemenuhan Dokter Anestesi dalam Waktu 3x24 Jam. Pemerintah didesak mendatangkan dokter anestesi secara darurat sesuai Pasal 13 Permenkes No. 34 Tahun 2021 dan menggunakan skema darurat sesuai UU No. 36 Tahun 2009.
- Pertanggungjawaban Direktur RSUD TC Hillers Maumere. GMNI menuntut pencopotan direktur RSUD serta penyelidikan hukum atas dugaan kelalaian berdasarkan KUHP Pasal 359.
- Audit Transparan Anggaran Kesehatan. Mendesak Inspektorat dan Kejaksaan untuk mengaudit anggaran RSUD dan APBD Sikka serta mempublikasikan hasilnya sesuai UU Keterbukaan Informasi Publik.
- Reformasi Sistem Rujukan Kesehatan. GMNI mendorong pembentukan Command Center Rujukan Darurat NTT serta optimalisasi koordinasi antar daerah.
- Evaluasi Kinerja DPRD Kabupaten Sikka. Mereka menilai DPRD telah lalai menjalankan fungsi pengawasan karena tidak menggunakan hak interpelasi terkait kekosongan tenaga medis di RSUD.
Aksi berjalan tertib meski sempat terjadi ketegangan saat massa mencoba masuk ke dalam gedung DPRD. Namun, situasi dapat dikendalikan oleh aparat keamanan.
GMNI Cabang Sikka menegaskan bahwa aksi ini bukan semata-mata kritik, melainkan panggilan nurani atas lemahnya sistem pelayanan kesehatan yang telah merenggut nyawa rakyat kecil. Mereka menyerukan perubahan sistemik agar tragedi serupa tidak terulang. (Cm²4 )